Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kita, Orang Indonesia


Indonesia, negara kita tercinta ini, merupakan negara kepulauan. Karena kepulauan, sulit untuk menyamaratakan pembangunan. Karena, biaya untuk membangun satu gedung sekolah di Jakarta, misalnya, tidak sama dengan membangun satu gedung sekolah di Ende. Biaya material tentu berbeda, biaya transportasi berbeda, dan biaya jasa tukang bangunan juga berbeda. Berbeda yang aku maksudkan di sini yaitu sanggup saja harga semen di Jakarta lebih murah Rp 5.000 ketimbang di Ende. Atau sanggup saja biaya jasa tukang bangunan di Ende jauh lebih murah ketimbang di Jakarta. Iya, alasannya yaitu di Ende kan seringnya pakai jasa keluarga atau saudara. Hehe.


Biaya dua gedung sekolah di Jakarta mungkin sanggup sama dengan biaya satu setengah gedung sekolah di Ende.

Kita, Orang Indonesia yang terpisah pulau dan berbeda susila budayanya ini, disatukan oleh Bhineka Tunggal Ika. Tapi semboyan itu tidak selamanya sanggup menyatukan kita alasannya yaitu perbedaan pandangan politik, misalnya. Yang lebih parah, perbedaan pandangan politik ini sanggup bermetamorfosis dasar evaluasi keberhasilan dan kemajuan negara ini. Kelompok A akan berkata kelompok B (yang sedang berkuasa) tidak baik dan menyengsarakan rakyat. Kelompok B juga sanggup menyampaikan sebaliknya terhadap kelompok A dan/atau kelompok C (apabila ada kelompok C). Harusnya setiap kelompok tunjukkan dan buktikan saja pada masyarakat keberhasilan masing-masing. Salah satu kalimat yang pernah aku baca di internet berbunyi : balas dengan karya untuk semua omongan buruk wacana kita.

Kita, Orang Indonesia yang terpisah pulau dan berbeda susila budayanya ini, selain disatukan oleh Bhineka Tunggal Ika, juga sanggup disatukan melalui olahraga. Hari ini kita musuhan, tapi apabila tim pendekar kita ternyata sama, besok kita yaitu sobat dan harus saling mendukung. Bila perlu, hancurkan mereka yang tidak sepaham dengan kita. Kadang, nyawa bukan lah sesuatu yang patut dihormati. Harusnya kita sanggup menghargai perbedaan tim pendekar alasannya yaitu jika semuanya sama, tidak seru.


Kita, Orang Indonesia yang terpisah pulau dan berbeda susila budaya ini, selain disatukan oleh Bhineka Tunggal Ika dan olahraga, juga disatukan oleh tragedi alam. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan musibah terjadi. Akan tetapi, kehendakNya tidak sanggup kita tolak. Tapi apabila terjadi tragedi alam, Orang Indonesia termasuk yang paling kompak, bahu-membahu, menawarkan pinjaman kepada saudara-saudara yang menjadi korban tragedi alam. Lewat kampanye di media sosial, #PrayForLombok dan #PlayForPalu, misalnya. Bisa juga dengan menjadi relawan dan menyumbangkan dana dan/atau barang. 

Kita, Orang Indonesia yang terpisah pulau dan berbeda susila budayanya ini, selain sanggup disatukan oleh Bhineka Tunggal Ika, olahraga, dan peristiwa (yang tidak kita inginkan) tragedi alam, juga sanggup disatukan lewat musik. Konser Sheila On 7 misalnya, kaum muda berdesakan dengan yang sudah lewat 40 tahun alasannya yaitu kesamaan selera. Lagi pula, siapa sih yang tidak cinta Sheila On 7? Mereka salah satu legenda Indonesia yang tidak akan pernah pudar. Buktinya, sobat aku Effie dan si Kakak Pacar masih suka menyanyikan lagu-lagu mereka.


Kita, Orang Indonesia, berbeda itu sudah menjadi hal dasar kehidupan kita. Tapi jangan jadikan perbedaan sebagai alasan untuk bertindak semena-mena atau sesuka hati. Mari membangun. Mari memajukan bangsa ini. Mari mendidik penerus bangsa. Mari menjadi Orang Indonesia yang berbudi dan punya tanggungjawab moral terhadap diri sendiri serta orang lain.

Saya, Orang Indonesia ... entah kenapa menulis ini ...


Cheers.