Perjalanan Rock'n'rain
Sebagai kuli saya harus berupaya memenuhi panggilan tugas. Tugas meliput acara kampus ini macam-macam. Kadang lokasi acara hanya di sekitar areal kampus: Kampus I, Kampus II, Kampus III. Kadang lokasi acara berada di luar kampus menyerupai di Planet Mars dan Cybertron liputan acara mahasiswa KKN di SMPN Satap Koawena. Kadang waktunya pun tidak melulu pagi atau antara waktu kerja (pukul 08.00 hingga 14.00 Wita) menyerupai ketika harus meliput acara mahasiswa KKN pada pukul dua pagi nan horor suatu sore di sebuah sekolah dasar di tempat Ndao. Ya, tidak tentu waktu dan lokasinya.
Baca Juga: Nggela Bangkit dan Membangun Kembali
Baru-baru ini, tempatnya Jum'at (23 November 2018) saya memenuhi panggilan kiprah meliput acara Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Flores. Kegiatan dedikasi masyarakat oleh dosen dan mahasiswa tersebut dilaksanakan di Kelurahan Bokasape, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende. Jarak antara Ende menuju Kelurahan Bokasape ini sekitar 65 kilometer. Kelurahan Bokasape sendiri terletak sempurna di jantung Kecamatan Wolowaru, terletak di pinggir jalan trans-Flores, tempat kendaraan lalu-lalang dan ngetem untuk beristirahat di warung-warung makan yang ada. Istilah saya: check point.
Perjalanan Rock'N'Rain
Baru kali ini saya mengalami perjalanan yang luar biasa kuyup. Sejak hendak meninggalkan Ende, saya dan dua pejalan tangguh, Mila dan Santy, harus melaksanakan persiapan ekstra. Kami harus menggunakan mantel semenjak belum keluar rumah (dari rumahnya Mila). Saling pandang, saling mengejek, lantas terbahak-bahak melihat penampakan masing-masing dengan mantel hujan super lengkap begitu. Mirip astronot kesasar. Biasanya kan hanya menggunakan jas hujan. Kali ini saya dan Mila menggunakan jas + celana hujan sedangkan Santy menggunakan mantel hujan yang dipadukan dengan celana hujan. Sayangnya saya tidak menggunakan sandal-sepatu karet (Crocs) melainkan menggunakan sepatu kanvas.
Langit sebelah Barat agak cerah. Demikian batin saya. Artinya masih ada keinginan kami sanggup melepas mantel dalam perjalanan nanti. Maka, berangkatlah kami bertiga menuju arah Barat Kota Ende. Saya sendirian mengendarai Onif Harem, sedangkan Santy membonceng Mila.
Semakin jauh dari Kota Ende tidak sedikit pun membuktikan hujan bakal berhenti, bahkan semakin deras, sedangkan kami harus berpacu dengan waktu sebab rombongan tujuh bis kayu dan satu mini bis Uniflor sudah berangkat duluan. Melihat kondisi alam yang separuh bersahabat, sebab untungnya tidak ada petir yang saling sambar, saya berniat untuk membeli kresek bakal membungkus kaki yang menggunakan sepatu kanvas itu! Haha. Sekitar sepuluh kilometer memasuki Kecamatan Detusoko, Mila dan Santy berhenti di sebuah kios pinggir jalan. Kesempatan itu memberi waktu pada saya untuk menggunakan kresek membungkus kaki.
Baca Juga : Mengetik 10 Jari Itu Biasa
Santy histeris melihatnya dan ngotot ingin memotret tapi sebab cuaca tidak memungkinkan kami tetap melanjutkan perjalanan hingga datang di Lepa Lio Cafe di Kecamatan Detusoko.
Impian Santy akibatnya terwujud. Haha. Bergaya di depan Lepa Lio Cafe bikin orang-orang yang lalu-lalang pada melongo. Mereka melamun melihat cover sepatunya. Termasuk Nando Watu dan Eka Raja Kopo, dua pentolan RMC Detusoko yang mengelola Lepa Lio Cafe. Haha.
Mengobrol sambil ngopi di Lepa Lio Cafe sangat menyenangkan. Banyak hal yang kami dapatkan dari hasil mengobrol bersama Nando dan Eka. Mereka sangat luar biasa. Ngopi di kala hujan itu memang tjakep sekali. Waktu yang sangat pas. Kisah ihwal Lepa Lio Cafe dan RMC Detusoko sanggup dibaca di blog travel saya.
Sayangnya kami tidak sanggup berlama-lama di Lepa Lio Cafe. Perjalanan harus dilanjutkan. Ratusan orang menunggu kami di sana. Terimakasih Nando, Eka, dan Aram. Kalian baik.
Kabut Yang Turun
Lepas dari Kecamatan Detusoko, hingga memasuki tempat Ndu'aria, suasana menjadi sangat gelap. Kabut turun hingga ke aspal dan mengakibatkan jarak pandang hanya sekitar lima hingga sepuluh meter saja. Lampu kendaraan dan lampu sein eksklusif kami nyalakan untuk memberi peringatan pada kendaraan dari depan bahwa kami latu, haha. Kecepatan pun dikurangi. Kendaraan jadi kayak merayap meraba dalam gulita begitu. Salah satu tebing sedang dalam tahap pengerjaan sehingga tanah-tanah yang memenuhi aspal ditambah air hujan bikin jalanan menjadi super licin. Tuhan, derita pejalan yang mabuk kendaraan roda empat ya begini. Harus siap segala cuaca.
Tiba di Kelurahan Bokasape
Tiba di Kelurahan Bokasape, acara sudah dimulai, yakni penyambutan oleh pihak Kelurahan Bokasape di halaman samping kantor. Segera lepaskan mantel, meskipun cuaca masih gerimis, lantas meliput. Untung yaaa masih sempat haha. Kegiatan di Kelurahan Bokasape diselenggarakan hingga Sabtu, dan Minggunya penerima dedikasi masyarakat pun pulang ke Kota Ende.
Salah satu bangunan di samping Kantor Kelurahan Bokasape yang bikin hati tidak tahan untuk dipotret! Tentang kegiatan-kegiatan lainnya di Kelurahan Bokasape, bakal saya tulis terpisah.
Pulang Pun Kami Rock'N'Rain
Kami bertiga pulang ke Kota Ende pada Minggu pagi yang tidak mengecewakan cerah. Yakin cuaca akan sangat bersahabat. Dari Kelurahan Bokasape kami mampir dulu ke Lepembusu tepatnya di Puskesmas Peibenga untuk bertemu Om Kelas Blogging NTT, eh kami justru terpikat sama pemandangannya. Dududu itu bukit-bukit di belakang puskesmas konon bakal menyerupai bukit dalam Teletubbies! Makanya disebut juga dengan nama itu. Mila bahkan menerima bibit/anakan bunga bakung dari Om Ludger. Terima kasih, Om.
Semoga suatu ketika kami sanggup kembali ke sini, dan Om Ludger bakal memenuhi janjinya untuk mengantar kami ke puncak tertinggi Lepembusu. Huhuy!
Dalam perjalanan pulang dari Puskesmas Peibenga menuju Kota Ende inilah hujan kembali mengguyur. Fiuh. Berhenti sesaat di lapak di Detukeli untuk menggunakan mantel/jas hujan, dan kebut ke arah Kota Ende.
Baca Juga : Sarasehan di SMPN Satap Koawena
Perjalanan ini memang perjalanan yang Rock'N'Rain sebab perjalanan kami melintasi trans-Flores 65 kilometer pergi-pulang itu ditemani hujan, hujan, dan hujan. Bagi kalian mungkin 65 kilometer itu tidak seberapa, tapi bagi kami itu luar biasa terutama ketika hujan. Jalanan berliku penuh kelokan khas trans-Flores itu licin, ditambah kubangan air yang terciprat bila berpapasan dengan kendaraan lain yang sama-sama tidak mau pelan (kami juga tidak mau pelan donk haha), serta lokasi proyek yang penuh tanah basah, dus kabut yang turun ke aspal mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek ... amazing kami masih sanggup terbahak-bahak sepanjang jalan.
I will always remember ...
Bagaimana dengan kalian? Pernahkah punya pengalaman menyerupai ini juga?
***
Tulisan serupa juga sanggup dibaca di Rock'N'Rain Sepanjang Ende Menuju Wolowaru.
Cheers.