Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Travel Writer


Trinity, nama kesohor dalam dunia travel writer. Karena beliau juga punya blog, tidak salah juga kalau disebut travel blogger. Kalau orang bilang Trinity yaitu traveler yang sudah kenyang asam garamnya dunia, maka saya bilang Trinity yaitu traveler yang sudah kenyang dengan semua bumbu dapurnya. Sebut saja, jahe, pala, ketumbar, serai, daun bawang, dan sederet bumbu di rak. Tidak sanggup dipungkiri saya juga ingin sanggup ibarat Trinity. Tapi tentu saja semua yang sudah beliau raih tidak terjadi dalam semalam sim salabim. Dan saya masih bermain gundu dalam dunia mimpi untuk sanggup menjadi ibarat Trinity.

Baca Juga: The Nun

Menjadi travel writer ngeri-ngeri sedap. Ngeri kalau dikritik habis-habisan sama pembaca yang, misalnya, punya pengalaman di tempat yang sama. Sedap kalau pembaca menikmatinya. Lebih sedap lagi kalau dibukukan dan bukunya laris keras. Kalau kalian sama ibarat saya yang juga ingin sanggup ibarat Trinity, ada sebuah buku keren yang sanggup dibaca. Judulnya Travel Writer. Buku ini ditulis oleh seorang traveler kesohor lainnya berjulukan Yudasmoro.

Siapa Yudasmoro?


Yudasmoro: travel writer untuk Garuda Inflight, Jalan-Jalan, Aplaus the Lifestyle, serta Getaway.

Sayangnya situs Yudasmoro[Dot]Net tidak sanggup diakses alasannya yaitu menampilkan huruf-huruf yang tidak saya kenal haha. Tapi dari blog lamanya di Wordpress serta dari biodata di buku Travel Writer, tertulis nama lengkapnya yaitu Raden Yudasmoro Minasiani. Dia tidak punya latar belakang jurnalistik sama sekali. Dia pernah menjadi manajer sebuah restoran cepat saji selama delapan tahun, lantas memutuskan untuk banting setir menjadi seorang freelance travel writer.

Perkenalannya pada dunia travel writing membawanya pada dunia jurnalistik yang dipelajarinya sendiri melalui buku-buku dan internet. Setelah menerbitkan novel pertamanya, Fast Food United pada tahun 2008, beliau sibuk menulis artikel travel untuk beberapa media cetak.

Singkat kata singkat cerita, hari berganti hari, lantas Yudasmoro menetaskan buku ini. Travel Writer. Kalau kalian membaca paragraf di atas, maka kalian tahu bahwa beliau mempelajari dunia jurnalistik melalui buku-buku dan internet. Luar biasa. Makanya tulisan-tulisan Yudasmoro selalu yummy dibaca dan tidak bikin sakit mata. Yaaa kalau sakit mata coba dicek ke dokter siapa tahu ada dinosaurus bertamu di mata. Hehe.

Travel Writer


Buku Travel Writer diterbitkan oleh Metagraf, Creative Imprint of Tiga Serangkai. Buku setebal 203 halaman ini memuat banyak panduan untuk para travel writer. Seperti tagline di bawah judul:

Panduan menjalani profesi paling mengasyikkan: penulis merangkap fotografer yang sanggup keliling dunia gratis, bahkan dibayar!

Menggoda iktikad sekali kan?

"THE WORLD IS A BOOK AND THOSE WHO DO NOT TRAVEL READ ONLY ONE PAGE" St. Augustine.
(Yudasmoro, 2012:1)

Dalam pembukanya Yudasmoro menulis: Saya sendiri heran, kenapa ya, kok kini seperti travel writer menjadi booming dan bermetamorfosis jadi sesuatu yang diidam-idamkan? Apa mungkin alasannya yaitu faktor "traveling"-nya? Beberapa situs di luar negeri bahkan sudah melegalisasi travel writer sebagai the best job in the world.

Baca Juga: Blogger Perempuan

Tentu saja, the best job in the world. Jalan-jalan yang kadang dibayarin, menulis, eh dari hasil goresan pena sanggup bayaran pula. Kelihatannya gampang sekali kan. Jalan, menulis, kalau beruntung sanggup menghasilkan uang. Tapi, sesuai dengan yang tertulis di dalam buku Travel Writer, jangan pernah lupakan perihal jurnalistik. Semua penulis, sama ibarat blogger, punya DNA gaya menulisnya masing-masing. Seperti apa pun gaya menulisnya, jangan pernah lupakan jurnalistik. Seperti goresan pena Yudasmoro: prinsip-prinsip jurnalistik yang membangun suatu travel writing itu sendiri.
Pada sub Destinasi 6, kalian akan membaca perihal Memulai Travel Writing. Prosesnya panjang loh. Bagaimana memulai penulisan, memilih judul, bab pembuka, gunakan EYD, kisah yang runut, sisipkan humor, menciptakan panduan, hingga terakhir mengirimkan artikel. Tidak hanya memberi panduannya, pada sub Destinasi 7, kalian akan membaca contoh-contoh artikel. Wah, kurang lengkap apa lagi buku ini?

Selain panduan menulis, Travel Writer juga dilengkapi dengan panduan fotografi, bahwa tidak perlu harus DSLR. Bahkan, dilengkapi dengan pola foto-foto berwarna pada bab tengah buku. Bagaimana sudut pengambilan, bagaimana foto sanggup bercerita, dan lain sebagainya. Sedikit cerita, saya pernah dikoreksi oleh seorang sobat yang katanya: pemandangannya bagus, coba kalau kau tidak ada di situ, Teh, jadi orang sanggup melihatnya secara keseluruhan. Nantilah foto yang ada kamunya. Dududu. Makanya kini saya suka memotret suatu obyek dengan dua versi, yang ada saya dan yang tidak ada saya di dalamnya. Haha. Win-win solution! Tapi itu versi saya loh ya, jangan eksklusif ditiru, alasannya yaitu setiap orang punya gayanya masing-masing.

Selain itu, pada sub Destinasi 8 tertera masalah-masalah yang dihadapi oleh seorang travel writer. Mulai dari alasan "Capek, Besok Sajalah!", "Diacuhkan Editor", "Honornya Kecil", "I Need to Relax!", "Aku vs Calo Terminal!", dan lain sebagainya.

Masih banyak isi Travel Writer yang akan sangat membantu para travel writer/blogger apabila memang ingin serius menjadi travel writer. Termasuk perihal sisipan humor, imajinasi, bahasa yang tidak kaku tapi tetap berprinsip pada jurnalistik, dan lain sebagainya.

Dari Saya


Sepanjang saya membaca buku ini, berulang kali, saya paham bahwa menulis perjalanan itu bukan sekadar menulis perihal rute hingga kuliner tempat tujuan. Tapi bagaimana kita sanggup menulis dengan baik, tak perlu harus menulis dengan sangat benar memakai PUEBI. Saya, kalian, mereka, mungkin pernah menulis dengan cara yang tidak baik seperti:

Di dano kelimutu,,,ternyata sunrise elok loh.kapan kalian ke sana? ( dano kelimutu ).

Kalau saya membaca goresan pena di atas, meskipun saya bukan penyunting pun, niscaya bakal sakit mata. Koma tiga, kalimat gres tanpa spasi dan tanpa abjad besar di awal kata pertama, Danau Kelimutu yang ditulis dano kelimutu, belum lagi kalimat dalam kurung dengan tanda kurung yang dikasih spasi. Aduh, pusing eykeeeee. Kalau begitu, bagaimana goresan pena yang baik?

Apabila kalian pergi ke Danau Kelimutu pada pukul 04.30 Wita, kalian sanggup menunggu dan menikmat sunrise dari puncak Tugu Kelimutu. Warna emasnya memukau! Kapan kalian ke sana (Danau Kelimutu)?

Kira-kira ibarat itu (di atas) goresan pena yang baik. Tidak perlu harus paling benar sesuai PUEBI tetapi menulislah dengan baik. Karena di mana? yaitu salah kalau ditulis dimana?. Karena mengubah yaitu salah kalau ditulis merubah. Karena merapikan yaitu salah kalau ditulis merapihkan. Karena dimakan yaitu salah kalau ditulis di makan. Semua yaitu hal-hal dasar kepenulisan yang seharusnya sudah diketahui oleh para penulis. Termasuk penulis perjalanan atau travel writer.

Baca Juga: Lagu-Lagu Ini Punya Kembaran

Demikian #SabtuReview kali ini. Tidak bermaksud menggurui. Apabila ada salah, mohon dimaafkan haha.

Semoga bermanfaat untuk saya, kalian, mereka, dan dinosaurus. Amin. Haha.


Cheers.