Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review Asus Zenfone 5Q, Jauh Lebih Baik Dari Zenfone 4 Selfie Series!



Ini yakni varian lite dari Zenfone 5 series yang di Indonesia dijual dengan nama Zenfone 5Q dengan harga resmi di angka 3,5 juta Rupiah.

Dan smartphone ini, terasa lebih sayup ya gaungnya di kancah persaingan smartphone terkini. Apa mungkin alasannya dijual dengan cara tradisional ibarat smartphone ASUS tahun lalu?

Tradisional bagaimana? Iya, ASUS sebelum punya produk-produk yang dibilang netijen sebagai produk ghoib, biasanya sudah mendistribusikan smartphone-nya ke pasaran terlebih dahulu sebelum mulai berpromosi. Dan biasanya dijual oleh pedagang online dengan selisih harga yang tidak mengecewakan lebih rendah dari harga resminya. Plus, ngga rebutan, jadi ngga ghoib.

Zenfone 5Q juga begitu, meskipun bahwasanya dirilis berbarengan dengan Zenfone Max Pro M1, namun produknya memang gres tersedia belakangan ini. Tapi stoknya eksklusif lancar lho, dan aku temukan banyak penjual yang sudah berani memasang di bawah 3,4 jutaan.

Apa produknya tidak menarik ya? Ah ngga koq, malah bahwasanya Zenfone 5Q ini punya diferensiasi yang cukup jelas, dan seharusnya menciptakan Anda tergiur deh. Mari kita mulai bahas smartphone ini ya.

Saya pertama kali memegang ponsel ini di experience area pada program launching-nya. Sempat mencoba-coba sebentar, material glass pada backcovernya berhasil menciptakan aku berujar bahwa aku harus punya satu nantinya.

Sampai ketika ponsel ini tersedia di pasaran, aku masih menahan hasrat alasannya yang dijual gres varian warna hitam. Ya, aku menunggu warna putihnya, mengingat warna hitam dan material beling itu artinya auto-kumal, alias praktis kotor oleh bekas minyak dari jari kita.

Namun usang dinantikan tak kunjung datang juga si putih, heuheu, ya sudah go on saja dengan yang hitam deh. Hitamnya ini sepintas agak kebiruan, mengingatkan pada ASUS Zenfone 3 banget. Dan memang ibarat ada nostalgia dengan Zenfone 3 sih ketika aku menggenggamnya.



Frame metal di sekeliling bodynya dibentuk membulat, membantu untuk problem ergonomics-nya. Namun sayang tepian frame yang bersentuhan dengan beling depan maupun belakang, sedikit terasa agak tajam, padahal kaca-kaca ini sudah mempunyai tepian agak melengkung, yang rasanya jadi percuma.

Bobot smartphone ini sangat membantu memberi kesan solid. Ya memang, glass + metal + glass niscaya menghasilkan berat di atas rata-rata.

Cantik? Cantik atuh, meskipun backcover kacanya polos saja tanpa pattern ibarat yang dimiliki Zenfone 5 ya.

Apa yang terasa kurang dari problem looks ponsel ini? Hampir tak ada sebetulnya, hanya saja port micro-USB itu akan lebih indah kalau diganti oleh USB Type-C ya heuheu.

Bukan problem besar memang, tapi seandainya sudah USB Type-C, rasanya lengkap banget deh. Ponsel 3,5 jutaan sudah punya NFC, kameranya ada 4, dengan RAM 4 GB dan storage 64 GB plus triple-card slot, masa iya ga bikin tertarik?

Layarnya sendiri sudah kekinian, alias punya rasio 18:9 serta resolusi Full HD+ yang sudah cukup banget untuk dimensinya yang 6 inci. Panel IPS-nya mempunyai reproduksi warna yang cukup baik, walau vibrancy-nya pastinya masih di bawah layar AMOLED dari ponsel utama saya.

Lanjut ke dapur pacu, Zenfone 5Q ini ditenagai oleh processor Qualcomm Snapdragon 630 yang gres pertama kali ini aku coba. Bukan processor gres sebetulnya, namun memang terbilang jarang yang menggunakannya, alasannya kebanyakan pabrikan smartphone di tanah air lebih menentukan stay di Snapdragon 625.

Sepenilaian saya, Snapdragon 630 ini mempunyai kemiripan aksara dengan 625 di mana sama-sama mempunyai konsumsi daya yang hemat, namun terasa bahwa 630 punya kemampuan processing yang lebih kuat.

Dipakai bermain PUBG, recommended setting default buat grafiknya ada di low. Saat aku naikkan sedikit ke HD masih bisa bermain dengan lancar. Walau memang terasa agak sedikit ngos-ngosan tiap layar aku swipe buat melihat ke sekitar untuk mencari senjata yang tercecer.

Sekitar 40 menit bermain, rasa hangat muncul di backcover bab kiri atas, tidak hingga panas berlebih sih, ngga tahu kalau dimainkan hingga berjam-jam ya. Saya sih ngga berpengaruh main game berlama-lama. Oh ya kalau sedang main terus terasa ada yang hangat di celana, silakan dicek, jangan-jangan kau ngompol itu mah, heuheu.

Nah untuk problem keawetan baterai, kebetulan selama masa uji Zenfone 5Q ini aku sedang dibebastugaskan dari pekerjaan oleh dokter yang memeriksa, jadi aku punya cukup banyak waktu bersamanya. Bersama Zenfone 5Q ya, bukan bersama dokter tadi, aki-aki soalnya dokternya, hehe.

Makara ngelantur, hayu ah bahas baterai. Dengan pemakaian intens yang berakibat screen-on-time menembus 6 jam, Zenfone 5Q rata-rata bisa bertahan 18 jam alias dari berdiri pagi hingga ketika mau beranjak tidur lagi. Catat ya, biasanya screen-on-time aku sehari hanya 3-4 jam saja.

Saat aku masuk kerja kembali, dan dibantu dengan wi-fi kantor sekitar 4 jam, Zenfone 5Q berhasil bertahan menembus 1 x 24 jam, dengan screen-on time yang masih cukup besar di 5 jam. Untuk ukuran pemakaian intens ibarat itu sih baka lah ya.

Lalu bagaimana dengan empat kameranya? Gimana ya bilangnya heuheu. Di atas kertas, kamera Zenfone 5Q ini mentereng banget, dengan resolusi besar-besar. 20 Megapixels untuk sensor pada lensa selfie utama, dan 16 Megapixels untuk sensor pada lensa utama yang berada di belakang. Keduanya sama-sama dipasangkan dengan lensa wide dengan resolusi sensor 8 Megapixels. Portrait mode pun tersedia untuk kamera depan maupun belakang.

Mentereng bukan? Tambahkan fakta bahwa untuk perekaman video juga sudah ada EIS, serta bisa merekam hingga resolusi 4K di 30 fps, dan Full HD di 1060 fps. Jangan lupa juga bahwa sensor kamera depannya sudah memakai Sony IMX 376.

Performanya sih bagus, autofocus dan metering berjalan dengan baik, hingga pengaturan manual pun hadir lengkap.

Namun aku merasa bahwa Zenfone 5Q kurang sanggup mengemban amanah di kondisi lowlights. Pada kondisi indoor, settingan auto nampaknya menciptakan shutterspeed melambat, alasannya akhirnya goyang sedikit saja praktis banget blur. Ya, kalau cahaya kurang, nampaknya tangan yang steady jadi kunci biar hasil foto bisa bagus. Pun soal noise yang tak sungkan hadir, padahal ngga bawa undangan. Adu duh... Heuheu.

Walau demikian aku anggap masih masuk akal soal kamera ini, mau tak mau memang takkan bisa selevel dengan Zenfone 5 lah, apalagi ini punya lensa lebih banyak.

Hasil foto dan video terbaik yang bisa aku ambil dengan ponsel ini, sanggup Anda simak berikut ini.



Masuk ke kesimpulan, bagi aku nampaknya Zenfone 5Q ini digadang-gadang ASUS untuk meneruskan seri Zenfone 4 Selfie yang mempunyai kamera depan ganda dengan resolusi besar.

Jika melihat harga awal Zenfone 4 Selfie Pro di 5 juta, dan Zenfone 4 Selfie di 3,5 juta kemudian dibandingkan spesifikasinya, aku rasa aku tak bisa komplain soal Zenfone 5Q ini. Jelas sudah banyak perbaikan yang ASUS berikan ya.

Harga sama dengan Zenfone 4 Selfie di awal rilis, namun spesifikasinya bahkan di atas Zenfone 4 Selfie Pro lho. Sudah ada NFC pula, dan material yang premium wajib Anda perhitungkan.

Tersisa satu pertanyaan dalam benak saya, kenapa Zenfone 5Q dijual dengan kondisi masih ber-OS-kan Nougat? Kalah atuh sama Zenfone Max Pro M1, bahkan sama Zenfone Live L1 heuheu.

Ngga khawatir sih, ASUS mah rajin kalau update software, cuma mbok ya disegerakan toh. Biar makin naik lagi value dari Zenfone 5Q yang rasa-rasanya sudah super lengkap untuk smartphone 3-jutaan ini ya.

Sip, itu saja yang bisa aku simpulkan untuk ASUS Zenfone 5Q ini, semoga membantu Anda yang sedang mencari isu ihwal smartphone yang satu ini.

Dari Kota Cimahi, Aa Gogon pamit undur diri, wassalam!
Sumber https://www.gontagantihape.com/