Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Studio Jp Photography


Sebelumnya, baca dulu yang ini: Akhirnya Penyuka Kuning Menjadi Sarjana yang ditulis oleh Om Ihsan Dato. Hehe. Terimakasih Om Ihsan, Sabtu kemarin sudah eksklusif menulis blog dengan tema seorang wanita yang dijuluki crazy capricorn. Huhuy!!!!! I'm so thankful.


***

Dunia fotografi di Kota Ende menggeliat semenjak zaman dinosaurus berkoloni dan mengembara di bumi bertahun-tahun lampau. Skill para fotografer pun tidak perlu diragukan lagi dengan jam terbang tinggi dan pengalaman seabrek. Mereka hebat, mereka jago, mereka juara. Bahkan mereka membentuk komunitas fotografer. Komunitas yang menyatukan para fotografer dalam diskusi-diskusi, usul-saran yang membangun, saling menyebarkan kisah dan pengalaman. Kalau kini aku kurang tahu apakah komunitas tersebut masih ada atau sudah bubar. Beda dari dunia fotografi, dunia videografi belum seberapa alasannya yaitu videografer di Kota Ende belum sebanyak fotografer.

Saya pernah ditanya oleh orang-orang, "Menurut Kakak, siapa fotografer paling oke? Soalnya kami lagi cari jasa fotografer nih!" Maka aku menjawab nama-nama para fotografer yang aku kenal baik: Martozzo Hann, David Mozzar, Nick Amaraya, Jerry Pawe, Om Edi Du'e, Willy Zino, Alan RMC, Willy Keron, drg. Adel Riwu, Om Bolo, Noni Canon Santoso, dan lain-lain nama yang tidak sanggup aku sebutkan satuper satu. Dulu aku juga menyebut nama Ady Mbuik, tapi ia kini lebih fokus ke jasa event organizer dan soundsystem.


Kenapa aku menjawab begitu? Karena, berdasarkan aku yang awam dengan dunia fotografi, mereka semua bagus. Lagi pula rejeki bukan aku yang menentukan. Saya hanya sanggup menyebut nama, soal pilihan tergantung pada yang mau menggunakan jasa fotografer. Bukan begitu? Begitu bukan? Qiqiqiq.


Meskipun fotografer di Kota Ende ini banyak tapi tidak sanggup menentukan semuanya sekaligus. Kecuali salah satu dari kami anak angkatnya Bill Gates atau masih saudara jauhnya Mark Zuckerberg. Maka Kamis kemarin, sehabis Rabu pembagian jubah dan toga, kami tetapkan untuk foto studio di sebuah studio foto berjulukan JP Photography. JP kependekan dari Jerry Pawe, salah seorang fotografer ngetop Kota Ende. Ceritanya ketika aku hubungi, Om Je - demikian aku memanggilnya, membocorkan harga dan akomodasi yang didapat oleh pengguna jasa. Saya tidak eksklusif sepakat melainkan harus rembug dulu bersama teman-teman Angkatan XXXIX. Setelah teman-teman setuju, barulah deal sama Om Je.

Studio JP Photography terletak di Jalan Gatot Soebroto tepatnya di belakang Apotik Gatsu Farma. Bangunannya bertingkat dua. Desain lantai bawah layaknya rumah-kantor. Tersedia seperangkat sofa, meja kerja, beberapa properti di bawah tangga, rak-rak berisi kamera jadul koleksian, foto-foto di dinding, serta motor jadul yang sanggup kalian lihat di awal pos. Asisten Om Je menyambut kami dengan wajah ternganga terutama dikala melihat Ocha membawa dua jubah dengan hanger-nya sekalian. Maklum, ia tidak mau jubahnya kusut alasannya yaitu sudah diseterika sehabis pembagian.


Om Je kemudian tiba dan kami pindah ke lantai atas. Yuhuuuu. Di lantai atas tersedia studio foto dan kamar buat kaum hawa berganti baju. Saya, Indri, Ocha, dan Effie, eksklusif menguasai kamar alasannya yaitu kami harus dandan terlebih dahulu. Aduhai, meskipun tampilan luar aku preman begini, aku juga sanggup dandan lah bila sekadar eye shadow, blush on, gincu. Kaprikornus lah itu. Tapi jangan paksa aku menggunakan eye liner, sanggup perang dunia!


Setelah foto satuper satu, barulah foto barengan. Bahkan Om Je mengatakan bonus bagi teman-teman lain yang pengen foto dengan baju berbeda. Semua sahabat sudah aku wanti-wanti di WAG membawa beberapa baju apabila hendak foto sendiri-sendiri tanpa jubah dan toga. Setelah foto sendiri-sendiri barulah foto bareng.

Apa pengalaman yang kami peroleh?

Foto di Studio JP Photography itu menyenangkan alasannya yaitu meskipun ada yang menunggu untuk sesi foto berikutnya tapi Om Je tidak memaksakan dirinya untuk 'harus lekas selesai'. Tidak. Om Je dengan sabar mengarahkan kami dan bahkan mengatakan sesi foto ini-itu. Selain itu, keramahan Om Je luar biasa bikin betah. Teman-teman yang kikuk menyerupai Mario, misalnya, diarahkan hingga benar-benar mendapat hasil yang bagus. Mana pula balkonnya luas jadi sanggup leha-leha di situ sambil menunggu yang lain. Kan kita jadi betah. Kalau saja tidak ada daftar antrian malam itu, bisa-bisa kita tidur di studio fotonya Om Je. Hahaha.


Pasti ada yang bertanya-tanya; belum hari wisuda kenapa kami sudah melaksanakan sesi foto menggunakan jubah dan toga lengkap dengan kacu? Karena, pengalaman aku meliput acara wisuda dari tahun ke tahun, sesi foto bersama usai wisuda tidak akan terlaksana. Alasannya? Yang pertama: sudah niscaya lelah duluan duduk sekian jam di dalam ruangan. Yang kedua: usai acara niscaya pada selfie sana sini bareng ortu atau dosen atau teman. Yang ketiga: keluar dari Auditorium H. J. Gadi Djou itu problem serius alasannya yaitu berdesak-desakan serta panas yang memapar (bahasanya, Teh :p) bakal bikin segalanya luntur termasuk semangat. Jadi, kami harus mencuri start untuk foto lebih awal.

Selama belum ada undang-undang yang mengaturnya, kami boleh foto curi start alias lebih awal dari hari wisuda.

Sudah selesai wisuda. Yang bekerja, kembali ke rutinitas. Yang belum bekerja, berjuang untuk mendapat pekerjaan yang bila sanggup sesuai dengan ilmu akademiknya. Sukses selalu untuk semua. Sukses juga untuk Mamatua tercinta. This is for you, Mom :)


I love you to the moon and back!



Cheers.