Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buku Pelulu



Di Kabupaten Ende hidup dua suku besar yaitu Suku Ende dan Suku Lio. Suku Ende umumnya bermukim di kawasan pesisir. Kedatangan para pelaut dari kawasan luar ke kawasan pesisir Ende menimbulkan terjadinya akulturasi budaya (serta agama). Sama halnya dengan Suku Lio yang umumnya bermukim di kawasan pegunungan. Akulturasi terjadi dengan kebudayaan (serta agama) yang dibawa oleh Pastor-Pastor asal Portugis dari Flores penggalan Timur (Kota Larantuka).

Baca Juga: Mengetik 10 Jari Itu Biasa

Dari pihak (alm.) Bapa, mbah putri saya yaitu Mbah Suma berasal dari Pamekasan - Madura, sedangkan kakek saya yaitu Kakek Pua Ndawa saya berasal dari Pulau Ende. Karena kami penganut patrillineal, otomatis kami sekeluarga Pharmantara merupakan Suku Ende yang berakar berpengaruh dari Pulau Ende. Penting untuk diketahui: Pulau Ende bukan Pulau Flores. Pulau Ende merupakan satu kecamatan yang terletak di depan Pantai Ende.


Hal apa yang paling asyik dibahas dari Suku Ende? Banyak! Salah satunya ialah wacana pernikahannya. Minggu, 16 Desember 2018, kami sekeluarga gres saja melewati satu tahap menuju ijab kabul keponakan saya yang berjulukan Angga dengan wanita berjulukan Titin. Oleh alasannya ialah itu saya ingin sekali bercerita wacana buku pelulu.

Di dalam adab masyarakat Suku Ende, baik pacaran maupun ta'aruf harus melewati tahap yang sama. Karena Angga dan Titin ini berta'aruf, maka tahapan yang telah dilewati ialah temba zaza, nai ono, dan buku pelulu.

Temba Zaza


Temba zaza atau timba rasa ialah proses ketika perwakilan pihak pria mendatangi rumah wanita untuk memberikan maksud. Maksud si anak pria untuk mengakibatkan si anak wanita sebagai istri. Apabila si anak wanita serta keluarganya setuju, maka akan dilanjutkan dengan tahap selanjutnya yaitu nai ono dan buku pelulu.

Nai Ono


Nai ono atau masuk minta merupakan proses lamaran. Lamaran di sini, menurut apa yang saya ikuti hari Minggu kemarin, dilakukan oleh kaum wanita dari kedua belah pihak. Tentu saja kaum wanita (sanak keluarga) dari pihak wanita yang menunggu di rumah si perempuan. Biasanya nai ono dibarengi dengan buku pelulu.

Buku Pelulu


Buku pelulu (sekatu uwi jawa) merupakan proses pihak pria yang diwakili oleh kaum wanita mengantarkan barang-barang berupa cincin, dulang utama (kemarin kami mengisi dulang utama dengan nasi tumpeng serta lauk-pauknya), uang jajan dari calon mertua pada calon anak mantu, hingga aneka kue-kue dan buah (yang disumbangkan oleh keluarga pihak pria ini). Selain uang jajan dari calon mertua pada calon anak mantu, Abang Nanu dan Mbak Wati juga memperlihatkan sejumlah hadiah lain kepada Titin menyerupai sarung, baju, daleman, bantalan kaki, dan lain sebagainya. Dua pick up penuh dan bertumpuk dengan aneka barang hantaran.



Juru bicara dikala buku pelulu ialah wanita yang dituakan. Kemarin kami mendaulat Bibi Hawa sebagai jubir. Yang dibicarakan oleh jubir kami kepada jubir pihak wanita ialah sebagai berikut:

  • Jangka panjang atau jangka pendek. Maksudnya ialah jarak sesudah buku pelulu ke waktu ijab kabul itu usang atau cepat. Kemarin kami mengutarakan maksud: jangka pendek.
  • Isi kumba isi ae nio yang disepakati bersama.
  • Dan tidak perlu adanya bhaze duza atau balik dulang. Maksudnya pihak wanita tidak perlu mengembalikan dulang, piring, dan lain sebagainya yang menjadi wadah ragam hantaran dikala nai ono dan buku pelulu itu. Meskipun adatnya biasanya ada bhaze duza tapi pihak kami berpikir jika bhaze duza akan terlihat menyerupai bolak-balik saja hantaran lamaran tersebut haha. Dan disepakati pula oleh pihak perempuan, namun pihak wanita tetap akan tiba ke rumah pihak laki-laki.


Setelah itu?

Kami pun pulang dan foto-foto hahaha.

Sebagian kecil squad Pua Ndawa, Pua Djombu, dan kawin-mawinnya haha. Eh, yang ini mah yang masih muda-muda, yang tidak muda lagi enggan bergabung LOL.


Proses yang akan ditempuh dalam beberapa bulan ke depan (karena jangka pendek nih) ialah mendi belanja atau biasa disebut dengan antar belanja atau antar belis. Meskipun mendi belanja ini belum dilakukan tapi kami sekeluarga sudah melaksanakan rembug kecil-kecilan wacana apa saja yang akan diantarkan kepada pihak wanita nanti menyerupai perlengkapan kamar, baju pengantin (yang sebetulnya sudah ditanggung oleh pihak om dari si wanita yang disebut isi kumba isi ae nio tadi), perlengkapan lainnya, uang-uang (pihak wanita kemarin tidak mau mendapatkan uang air susu ibu), sapi, mahar, hingga hadiah lainnya.

Masih ada beberapa tahap yang perlu dilewati sebelum tiba pada hari H, tapi tidak saya ceritakan kini hehe.

Baca Juga: Pejuang Ekonomi di EGDMC

Yang juga keren dari acara-acara adab dan budaya ini ialah sodho sambu-nya atau undang-mengundangnya. Di Suku Ende apabila ada hajatan menyerupai nai ono dan buku pelulu, atau juga hajatan menyerupai khitanan dan do'a, sebelumnya kami mengundang keluarga dan tetangga (untuk nai ono dan buku pelulu khususnya perempuan) untuk turut hadir. Karena keluarga kami ini banyak, maka sodho sambu dilakukan oleh empat wanita yaitu saya, Aida, Kak Nani Pharmantara, dan Ida. Saya dan Aida bertugas sodho sambu keluarga dari pihak Mamatua. Kak Nani dan Ida bertugas sodho sambu keluarga dari pihak (alm) Bapa.

Apabila kegiatannya mengharuskan pria yang hadir maka yang bertugas sodho sambu ialah laki-laki. Tetapi alasannya ialah nai ono dan buku pelulu dilakukan oleh perempuan, maka yang bertugas sodho sambu ialah perepuan.

Sodho sambu tidak sanggup sembarang tiba mengundang seperti: heeei, kami tiba mau sampaikan nih bla bla bla. Ada syarat yang harus dipenuhi:

  • Mengenakan zawo zambu. Tapi kami boleh menggunakan atasan/baju lain, tidak perlu zambu.
  • Menggunakan bahasa Ende serta kata-kata khusus. Kata-kata khusus ini sanggup bercampur bahasa Indonesia apabila kita tidak fasih benar.


Meskipun zawo yang saya pakai jatuh dua kali, hahaha, serta kehujanan, tapi saya menikmati kegiatan sodho sambu ini.

Sarung tenun ikat yang kami pakai itu disebut zawo. Zawo ini macam-macam jenisnya. Yang saya pakai berjenis mangga.


Saat tiba ke rumah saudara, sesudah kita dipersilahkan duduk, apabila tuan rumah tidak bertanya: "Miu mai zatu perlu apa nde?" (Kalian tiba ada perlu apa nih?), maka kami yang harus minta pada mereka: "Miu are kami si." (Kalian tanya sudah tujuan kedatangan kami). Kalau kami sudah minta mereka bertanya, barulah mereka bertanya, dan tentu saja kami menjawab. Mana mungkin dinosaurus yang menjawab kan.

Undangan atau tanggapan itu kira-kira menyerupai ini: "Kami mai sodho sambu mai Bapa Abang ne Mbak Wati, Hari Minggu jam empat zatu program buku pelulu ko Angga. Ma'e kezo masakan ringan manis se-bha." (Kami tiba memberikan pesan dari Bapa Abang dan Mbak Wati, Hari Minggu jam empat ada program buku pelulu / lamarannya Angga. Jangan lupa bawa masakan ringan manis sepiring).

Encim dan keponakannya. Hahha.


Yang paling saya ingat ini ialah masakan ringan manis sepiring. Kalau kalian membaca wacana minu ae petu dari pos soal yang unik dari Ende, kalian bakal tahu bahwa adab yang menempel tidak memandang kaya atau miskin. Jadi, meskipun abang wanita saya, abang ipar wanita saya, hingga keponakan wanita saya, punya perjuangan cake and bakery begitu, tapi yang namanya masakan ringan manis se-bha atau masakan ringan manis sepiring merupakan kewajiban yang dilarang tidak kami sampaikan. Unik ya hahaha.

Menurut saya aturan adab ialah aturan terkuat. Karena, meskipun tidak tertulis, masyarakat sangat patuh pada aturan adab ini, terutama masyarakat wilayah adab yang dalam Suku Ende disebut fai wazu ana azo. Hukum adab juga merupakan aturan yang paling fleksibel. Karena, aturan adab sanggup diadaptasi dengan perkembangan zaman, tanpa menanggalkan nilai-nilai dasar adatnya.

Fleksibelnya aturan adab ini menimbulkan kami boleh bertugas untuk sodho sambu mengenakan zawo saja dan kemeja. Fleksibelnya aturan adab ini menimbulkan kami boleh mencampur bahasa Ende dengan Bahasa Indonesia apabila tidak fasih betul bahasa Ende-nya. Fleksibelnya aturan adab ini menimbulkan keluarga kami boleh menolak bazhe duza dari pihak perempuan.

Baca Juga: Kita, Orang Indonesia

Alhamdulillah kegiatan nai ono dan buku pelulu kemarin berjalan dengan sangat lancar sehingga sebelum Adzan Maghrib pun sudah selesai.

Sampai jumpa di mendi belanja! Hehe.



Cheers.