Alasan Kenapa Orang Batak Pergi Merantau
Berapa jumlah orang batak perantau yang kini bertebaran di Indonesia? Khususnya di Ibukota.
Berdasarkan goresan pena berjudul “Melacak Jejak Batak di Jakarta” yang di publish di megapolitan kompas bulan februari tahun 2013 lalu, ada sekitar 326.332 orang batak di Jakarta.
Jumlah ini menurut sensus Badan Pusat Statistik 2010.
Itu masih di Jakarta.
Kira-kira berapa jumlah orang batak yang ada di Jabodetabek, atau seluruh Indonesia? (Selain pulau asalnya sendiri, Sumatera Utara). Bisa hingga jutaan orang.
Sehingga sering kali muncul ucapan “Haduh ngapain si orang-orang batak ke Jakarta, menuh-menuhin Jakarta saja, buat macet!”. Saya setuju. Andaikata orang batak di Jakarta balik lagi ke tempat asalnya, macetnya niscaya berkurang kan.
Merantau ini sanggup dibilang prinsipnya orang batak. Tidak harus ke Jakarta, ke kota manapun. Tapi ya alasannya ialah Jakarta ialah Ibukota negeri tercinta ini, maka biarlah kita jadikan contoh.
Jadi, kini saya ingin menulis prinsip hidup orang batak, semoga ini sanggup menjelaskan mengapa orang batak suka merantau. Apa yang mereka cari, dan kenapa harus merantau.
Dipaksa? Engga juga. Lebih tepatnya tidak dipaksakan kalau di zaman sekarang.
Tapi, prinsip ini bukan dimiliki orang bau tanah saja tetapi juga si anak. Orang batak tidak mau merepotkan orang bau tanah dengan menjadi pengangguran di rumah. Zaman dulu, anak yang tamat Sekolah Menengan Atas itu sudah sangat produktif, bahkan beberapa keluarga saya sudah merantau di usia SMP.
Bukan sombong.
Tapi memang ibarat itu prinsipnya.
Orang batak yang sudah beranjak remaja harus memulai kehidupannya sendiri, aib rasanya jikalau harus menumpang terus di rumah orang tua. Dari tempat tinggal, pekerjaan, mereka harus mulai mencari. Makanya minim sekali orang batak (dari kampung aslinya) yang dengan bangganya foya-foya dengan harta orang tua.
Beberapa dari mereka ada yang mulai mengelola ladang, dan menciptakan tempat tinggal terpisah dari orang tuanya. Ada juga yang mulai meninggalkan kampung halaman, lebih jauh lebih baik, dibawah akan saya paparkan alasannya.
Jika dibandingkan dengan kota lain apalagi di Pulau Jawa, Sumatera Utara memang relatif lebih terlambat mendapat rangsakan dari pihak-pihak luar, sehingga perkembangannya nya pun cukup terlambat. Oleh alasannya ialah itu, gaya hidup masyarakat masih terbilang monoton.
Kemudian, alasannya ialah impian itu tidak harus di ladang dan di danau.
Sama ibarat insan yang lainnya, orang batak juga punya cita-cita. Hehe, ada yang pengen jadi pejabat, ada yang pengen jadi artis, ada yang pengen jadi penyanyi, banyak. Sama kok kayak insan yang lain.
Sementara ketersediaan lowongan kerja masih terbatas.
Kemudian muncul pertanyaan… Kenapa ga jadi pengusaha aja?
Jawaban mereka sederhana, “Usaha yang dimulai”.
Iya, sederhana, yang penting dimulai saja.
Tidak demikian adanya bagi mereka terutama orang batak yang wilayah asalnya pun belum banyak perkembangan, jadi memang pola pikir mereka belum hingga kesana. Belum banyak ide-ide yang terpikirkan.
Jadi, alasannya ialah itulah mereka melanjutkan pendidikan di tanah orang. Karena dikampung sendiri masih sangat sedikit lembaga-lembaga pendidikan, terbatas. Pokoknya semua terbatas, kecuali sumber daya alam.
Satu orang sukses menjadi pengacara, yang lain akan ikut. Orang bau tanah akan mengirimkan anak-anaknya ke perantauan.
Apalagi sekarang, jumlah orang batak sudah bertebaran dimana-mana, merantau bukanlah hal yang lagi menakutkan. Saya sering melihat jajaran-jajaran lapo di Ibukota, khususnya di terminal-terminal. Setelah diketahui, ternyata secara umum dikuasai mereka ialah orang batak.
Mungkin alasannya ialah persaudaraan orang batak yang erat. Marga ialah aset berharga, jikalau saya berkenalan dengan orang batak disini (Jakarta), hanya menyebutkan marga, kampung asal, selesai. Langsung akrab.
Tidak jarang mereka meminta nomor handphone, atau bahkan meminta untuk berkunjung kerumahnya. Ini bukan basa basi, memang orang batak yang bertemu di tempat lain, rasanya ibarat menemukan saudara sendiri.
Dalam bekerja, apalagi di perantauan, orang batak tidak pilih-pilih.
Apapun pekerjaan yang sanggup dilakukan, mainkan! Seperti itu katanya.
Buktinya begitu banyak orang batak yang membuka perjuangan tambal ban di Ibukota. Sementara bagi sebagian orang, menjadi tukang tambal ban itu sangat dipandang sebelah mata. Tapi orang batak mau melakukannya. Jangan tanya apa pendidikan mereka, sanggup saja mereka ialah lulusan sekolah tinggi tinggi. Begitu juga mereka yang membuka lapo-lapo di terminal, dan profesi lainnya.
Pointnya adalah, jikalau sebagian orang 'memaksakan' untuk mendapat pekerjaan sesuai gelarnya, orang batak tidak demikian. Apapun yang sanggup dikerjakan, dikerjakan. Mereka tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Daripada terlihat gagal jikalau pulang ke kampung halaman.
Kalau saya sendiri, tidak, itu terserah saya.
Emak bilang "pulanglah kalau sudah cukup bekal".
Sementara Bapak bilang “buat kehidupanmu diluar sana”. Beda kan?
Tapi yang terbaik ialah pulang ke kampung halaman jikalau sudah cukup bekal, alasannya ialah saya sendiri masih sangat merindukan kedamaian untuk tinggal di kampung tercinta. Eaakk. InsyaAllah. Jadi, kenapa mereka yang sudah sukses kenapa tidak pulang ke kampung halaman?
Faktanya, sukses dimata orang, berbeda dengan sukses di mata perantau batak. Maksud saya ibarat ini, kami merantau itu biasanya per-generasi. Nantinya akan menyusul adik-adik atau kerabat-kerabat dari kampung. Orang batak selalu membantu kedatangan kerabatnya dari kampung, menyediakan tempat tinggal buat mereka.
Kemudian, orang batak terlalu besar lengan berkuasa sifat kekeluargaannya, membangun persaudaraanya semoga semakin luas. Dimana pun mereka berada, mereka akan mencari si “batak” yang lainnya, terus ibarat itu, makanya sangat banyak ditemukan perkumpulan batak dimana-mana. Ini menjadi keluarga kedua sehabis keluarga mereka.
Sehingga jawabannya, sanggup jadi sudah terlalu nyaman di tanah perantauan.
Kenapa masih tidak yakin untuk pulang?
Selain alasan diatas. Faktanya tidak semua perantau batak itu sukses diperantauan. Terutama mereka yang gres lulus kuliah, ibarat di kampus saya dulu ialah kampus pertanian yang notabene mahasiswanya kebanyakan perantau, mereka sering sekali diingatkan untuk pulang ke kampung halaman.
Banyak diantara teman-teman saya yang ingin memulai perjuangan dikampung. Tapi ada pertimbangannya, mereka malu. Maksud saya ibarat ini “Memulai perjuangan itu kan tidak eksklusif meraih kesuksesan, waktu yang diperlukan juga relatif lama. Jika sehabis lulus kuliah balik ke kampung halaman, tetangga-tetangga akan berfikir 'ah percuma sudah kuliah jauh-jauh, tapi pengangguran jugak'”.
Manusiawinya, kita tidak se-gampang itu menciptakan mereka tertarik akan sebuah ide, sulit untuk menarik pola pikir mereka. Yah, ibarat itulah kira-kira. Banyak lagi alasan-alasan yang lain.
Apalagi merantaunya hanya menyeberang pulau ibarat saya ini.
Kian hari kian kemari, saya semakin besar hati menyandang gelar “putra batak” + perantau, yah walaupun masih di Ibukota. Semoga yaa Allah memperlihatkan kesempatan kepada saya untuk melangkahkan kaki ini lebih jauh lagi. InsyaAllah Sumber https://www.fathurhoho.id/
Berdasarkan goresan pena berjudul “Melacak Jejak Batak di Jakarta” yang di publish di megapolitan kompas bulan februari tahun 2013 lalu, ada sekitar 326.332 orang batak di Jakarta.
Jumlah ini menurut sensus Badan Pusat Statistik 2010.
Itu masih di Jakarta.
Kira-kira berapa jumlah orang batak yang ada di Jabodetabek, atau seluruh Indonesia? (Selain pulau asalnya sendiri, Sumatera Utara). Bisa hingga jutaan orang.
Sehingga sering kali muncul ucapan “Haduh ngapain si orang-orang batak ke Jakarta, menuh-menuhin Jakarta saja, buat macet!”. Saya setuju. Andaikata orang batak di Jakarta balik lagi ke tempat asalnya, macetnya niscaya berkurang kan.
Merantau ini sanggup dibilang prinsipnya orang batak. Tidak harus ke Jakarta, ke kota manapun. Tapi ya alasannya ialah Jakarta ialah Ibukota negeri tercinta ini, maka biarlah kita jadikan contoh.
A. Prinsip Hidup Yang Membuat Mereka Banyak Merantau
Ngomongin prinsip hidup, aseek.Jadi, kini saya ingin menulis prinsip hidup orang batak, semoga ini sanggup menjelaskan mengapa orang batak suka merantau. Apa yang mereka cari, dan kenapa harus merantau.
1. Jika Sudah Berusia Dewasa, Harus Didewasakan
Dianggap remaja disini jikalau si anak sudah lulus Sekolah Menengan Atas atau berumur sekitar 17-18 tahun keatas. Untuk anak laki-laki, pantang jikalau masih tinggal dengan orang tua. Hal ini lah yang menjadikan mereka pergi merantau.Dipaksa? Engga juga. Lebih tepatnya tidak dipaksakan kalau di zaman sekarang.
Tapi, prinsip ini bukan dimiliki orang bau tanah saja tetapi juga si anak. Orang batak tidak mau merepotkan orang bau tanah dengan menjadi pengangguran di rumah. Zaman dulu, anak yang tamat Sekolah Menengan Atas itu sudah sangat produktif, bahkan beberapa keluarga saya sudah merantau di usia SMP.
2. Langkah Pertama, Cari Tempat Tinggal
Prinsip orang batak wacana harta “Rumah bapak/mamak, ladang mamak/bapak, punya mereka lah itu. Punyaku kucarik sendiri”.Bukan sombong.
Tapi memang ibarat itu prinsipnya.
Orang batak yang sudah beranjak remaja harus memulai kehidupannya sendiri, aib rasanya jikalau harus menumpang terus di rumah orang tua. Dari tempat tinggal, pekerjaan, mereka harus mulai mencari. Makanya minim sekali orang batak (dari kampung aslinya) yang dengan bangganya foya-foya dengan harta orang tua.
Beberapa dari mereka ada yang mulai mengelola ladang, dan menciptakan tempat tinggal terpisah dari orang tuanya. Ada juga yang mulai meninggalkan kampung halaman, lebih jauh lebih baik, dibawah akan saya paparkan alasannya.
3. Karena Pekerjaan Itu Bukan Hanya Petani dan Nelayan Saja
Sejatinya, orang batak berasal dari wilayah danau toba. Dimana sebagian besar profesi mereka ialah petani, nelayan, dan tentunya pedagang menjual hasil tangkapan dan panen mereka. Sebaik-baiknya profesi disana ialah menjadi PNS, guru, polisi, atau tentara.Jika dibandingkan dengan kota lain apalagi di Pulau Jawa, Sumatera Utara memang relatif lebih terlambat mendapat rangsakan dari pihak-pihak luar, sehingga perkembangannya nya pun cukup terlambat. Oleh alasannya ialah itu, gaya hidup masyarakat masih terbilang monoton.
Kemudian, alasannya ialah impian itu tidak harus di ladang dan di danau.
Sama ibarat insan yang lainnya, orang batak juga punya cita-cita. Hehe, ada yang pengen jadi pejabat, ada yang pengen jadi artis, ada yang pengen jadi penyanyi, banyak. Sama kok kayak insan yang lain.
Sementara ketersediaan lowongan kerja masih terbatas.
Kemudian muncul pertanyaan… Kenapa ga jadi pengusaha aja?
4. Karena Lingkungan Kurang Berkembang, Mereka Butuh Pendidikan
Bagi orang-orang berpendidikan atau orang yang berjiwa pengusaha, memulai perjuangan itu memang terbilang cukup mudah. Jika kita bertanya kepada pengusaha-pengusaha sukses wacana “Apa perjuangan yang paling menjanjikan?”.Jawaban mereka sederhana, “Usaha yang dimulai”.
Iya, sederhana, yang penting dimulai saja.
Tidak demikian adanya bagi mereka terutama orang batak yang wilayah asalnya pun belum banyak perkembangan, jadi memang pola pikir mereka belum hingga kesana. Belum banyak ide-ide yang terpikirkan.
Jadi, alasannya ialah itulah mereka melanjutkan pendidikan di tanah orang. Karena dikampung sendiri masih sangat sedikit lembaga-lembaga pendidikan, terbatas. Pokoknya semua terbatas, kecuali sumber daya alam.
5. Mengikuti Jejak Pendahulu Sebelumnya
Seperti goresan pena saya sebelumnya wacana kenapa orang batak banyak yang jadi pengacara. Sifat mengikuti ini memang naluriah dimiliki setiap orang. Mereka yang mempunyai keluarga yang sudah sukses di tanah perantauan, akan semakin besar lengan berkuasa tekadnya untuk merantau. Mengikuti jejak pendahulunya.Satu orang sukses menjadi pengacara, yang lain akan ikut. Orang bau tanah akan mengirimkan anak-anaknya ke perantauan.
Apalagi sekarang, jumlah orang batak sudah bertebaran dimana-mana, merantau bukanlah hal yang lagi menakutkan. Saya sering melihat jajaran-jajaran lapo di Ibukota, khususnya di terminal-terminal. Setelah diketahui, ternyata secara umum dikuasai mereka ialah orang batak.
Mungkin alasannya ialah persaudaraan orang batak yang erat. Marga ialah aset berharga, jikalau saya berkenalan dengan orang batak disini (Jakarta), hanya menyebutkan marga, kampung asal, selesai. Langsung akrab.
Tidak jarang mereka meminta nomor handphone, atau bahkan meminta untuk berkunjung kerumahnya. Ini bukan basa basi, memang orang batak yang bertemu di tempat lain, rasanya ibarat menemukan saudara sendiri.
6. Tidak Pilih-Pilih Pekerjaan
Siapa yang bilang orang batak itu gengsinya tinggi? Tidak demikian. Memang, faktanya orang bau tanah akan melaksanakan apapun demi kesuksesan anak-anaknya, dari mulai jual rumah, jual ladang, semua dilakukan. Gengsi tersebut bekerjsama suatu kebanggaan, alasannya ialah rata-rata orang batak ialah pekerja keras. Sifat manusiawi jikalau seseorang mengapresiasi keberhasilan atas kerja kerasnya sendiri.Dalam bekerja, apalagi di perantauan, orang batak tidak pilih-pilih.
Apapun pekerjaan yang sanggup dilakukan, mainkan! Seperti itu katanya.
Buktinya begitu banyak orang batak yang membuka perjuangan tambal ban di Ibukota. Sementara bagi sebagian orang, menjadi tukang tambal ban itu sangat dipandang sebelah mata. Tapi orang batak mau melakukannya. Jangan tanya apa pendidikan mereka, sanggup saja mereka ialah lulusan sekolah tinggi tinggi. Begitu juga mereka yang membuka lapo-lapo di terminal, dan profesi lainnya.
Pointnya adalah, jikalau sebagian orang 'memaksakan' untuk mendapat pekerjaan sesuai gelarnya, orang batak tidak demikian. Apapun yang sanggup dikerjakan, dikerjakan. Mereka tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Daripada terlihat gagal jikalau pulang ke kampung halaman.
B. Sudah Banyak Perantau Batak Yang Sukses, Kenapa Mereka Tidak Pulang Saja ke Kampung Halaman?
Apakah perantau batak diminta untuk pulang kekampung halaman sehabis sukses?Kalau saya sendiri, tidak, itu terserah saya.
Emak bilang "pulanglah kalau sudah cukup bekal".
Sementara Bapak bilang “buat kehidupanmu diluar sana”. Beda kan?
Tapi yang terbaik ialah pulang ke kampung halaman jikalau sudah cukup bekal, alasannya ialah saya sendiri masih sangat merindukan kedamaian untuk tinggal di kampung tercinta. Eaakk. InsyaAllah. Jadi, kenapa mereka yang sudah sukses kenapa tidak pulang ke kampung halaman?
Faktanya, sukses dimata orang, berbeda dengan sukses di mata perantau batak. Maksud saya ibarat ini, kami merantau itu biasanya per-generasi. Nantinya akan menyusul adik-adik atau kerabat-kerabat dari kampung. Orang batak selalu membantu kedatangan kerabatnya dari kampung, menyediakan tempat tinggal buat mereka.
Kemudian, orang batak terlalu besar lengan berkuasa sifat kekeluargaannya, membangun persaudaraanya semoga semakin luas. Dimana pun mereka berada, mereka akan mencari si “batak” yang lainnya, terus ibarat itu, makanya sangat banyak ditemukan perkumpulan batak dimana-mana. Ini menjadi keluarga kedua sehabis keluarga mereka.
Sehingga jawabannya, sanggup jadi sudah terlalu nyaman di tanah perantauan.
C. Banyak Yang Ingin Pulang, Memulai Usaha, Tapi.. Banyak Tapinya
Kan udah mengenyam pendidikan, udah ada pengalaman, udah punya bekal.Kenapa masih tidak yakin untuk pulang?
Selain alasan diatas. Faktanya tidak semua perantau batak itu sukses diperantauan. Terutama mereka yang gres lulus kuliah, ibarat di kampus saya dulu ialah kampus pertanian yang notabene mahasiswanya kebanyakan perantau, mereka sering sekali diingatkan untuk pulang ke kampung halaman.
Banyak diantara teman-teman saya yang ingin memulai perjuangan dikampung. Tapi ada pertimbangannya, mereka malu. Maksud saya ibarat ini “Memulai perjuangan itu kan tidak eksklusif meraih kesuksesan, waktu yang diperlukan juga relatif lama. Jika sehabis lulus kuliah balik ke kampung halaman, tetangga-tetangga akan berfikir 'ah percuma sudah kuliah jauh-jauh, tapi pengangguran jugak'”.
Pertimbangan pertama: Orang tua.
Mereka anak-anaknya sanggup saja tidak peduli dengan omongan orang, tapi kami khawatir akan ketenangan orang tua. Orang bau tanah itu, semakin tua, mereka akan semakin kekanak-kanakan, kekhawatirannya dan rasa sabarnya semakin berkurang. Kami tidak ingin itu semua berdampak jelek bagi mereka.Pertimbangan kedua: Rekan.
Yah, sebaik-baiknya perjuangan apabila dilakukan gotong royong dengan orang lain. Cukup susah memulainya, alasannya ialah dikampung halaman itu yang tinggal ya orang-orang itu saja. Yang lain, yang sudah kuliah, yang sudah bekerja di kota lain, jarang yang pulang. Payah untuk memulai usaha.Manusiawinya, kita tidak se-gampang itu menciptakan mereka tertarik akan sebuah ide, sulit untuk menarik pola pikir mereka. Yah, ibarat itulah kira-kira. Banyak lagi alasan-alasan yang lain.
Kesimpulan
Sebenarnya, menjadi seorang perantau di zaman kini itu memang bukan hal yang perlu diumbar-umbar lagi . Karena dunia sudah semakin maju, perkembangan teknologi isu semakin berkembang, sehingga jarak pun relatif tidak menjadi dilema bagi sebagian orang.Apalagi merantaunya hanya menyeberang pulau ibarat saya ini.
Kian hari kian kemari, saya semakin besar hati menyandang gelar “putra batak” + perantau, yah walaupun masih di Ibukota. Semoga yaa Allah memperlihatkan kesempatan kepada saya untuk melangkahkan kaki ini lebih jauh lagi. InsyaAllah Sumber https://www.fathurhoho.id/