Pasar Sering Kebakaran, Terbakar Atau Dibakar?
Malam itu sekitar pukul 21.00 WIB, salah satu penghuni kamar teriak-teriak “kebakaran”, sontak saya panik kirain kostan kebakaran.
Ternyata bukan kost an saya. Melihat keluar, tampak sangat terang api sedang melahap pemukiman penduduk di kemanggisan pulo, hanya beberapa kilometer jaraknya, namun api terlihat sangat tinggi dan semakin meluas.
Gambar diatas diambil oleh sahabat saya, ketika terjadi kebakaran di Kemanggisan Pulo, Jakarta Barat, Senin 09 Mei 2016 lalu.
Hal itu disebabkan lantaran wilayah tersebut memang dijadikan daerah penampungan barang-barang bekas yang kebanyakan dari plastik dan barang-barang yang gampang terbakar. Sekitar 3 jam lebih, api gres mulai padam, team pemadam cukup kesulitan lantaran sumber air yang jauh, dan wilayah kebakaran yang sulit dijangkau.
Jadi, dongeng diatas bukan perihal kebakaran pasar ya, tapi pemukiman warga. Baiklah bersama-sama dari kasus-kasus kebakaran yang sering terjadi, ada beberapa pertanyaan yang hinggap di benak saya.
Baiklah, mari kita mulai untuk menebak-nebak jawabannya. Karena ini hanya tebak-tebakan, mohon jangan diambil pusing, ambil hikmahnya saja (kalau ada).
Korsleting ListrikKebakaran yang disebabkan oleh korsleting listrik disebabkan oleh terhubungnya konduktor positif dengan konduktor negatif, maka terjadilah kekerabatan pendek. Hubungan pendek ini menghasilkan energi panas yang sangat cepat dalam waktu yang sangat singkat, sehingga menjadikan ledukan, dan dapat membakar apa saja, dalam waktu yang sangat singkat.
Selain itu, penggunaan kabel serabut juga tidak disarankan. Lebih baik memakai kabel tunggal lantaran daya tahannya akan panas lebih kuat. Walaupun lebih kuat, berdasarkan standar, kabel-kabel tersebut harus kembali diremajakan dalam 15 tahun penggunaan.
Trend kompor meleduk juga perlu diperhitungkan, masalah ini paling sering terjadi lantaran penggunaan tabung gas 3 Kg, walaupun semua tabung tersebut sudah melewati quality control dari pihak produsen, banyak diantara kita yang tidak memahami pemasangan tabung terrsebut dengan benar.
Karena seringnya terjadi kebakaran, sering juga terjadi isu-isu yang tidak benar. Seperti bulan Januari lalu, ada isu yang menyampaikan bahwa “Pasar Dwikora (pajak perluasan) kebakaran.” Alhasil masyarakat geger terutama para pedagang . Orang berbondong-bondong kesana. Tidak tau niscaya apa tujuan pihak-pihak yang mengembangkan isu ini.
Aneh kan? Sampai rutin menjadi isu. Kebakaran pasar tentu menjadi suatu momok yang seram bagi pedagang-pedagang di pasar.
Ada perasaan lucu, kadang juga saya merasa sedih. Memikirkan bagaimana nasib pedagang kalau barang-barang mereka ludas dilahap api. Terlebih lagi, saya merasa terusik sendiri, lantaran memang keluarga saya banyak yang berdagang di pasar, lebih tepatnya pasar parluasan.
Logis juga, kita tau bahwa perundingan dalam hal ini sulitnya bukan main. Akibatnya pengelola atau pihak-pihak yang bersangkutan melaksanakan cara pintas dengan membakar pasar secara sengaja. Wallahua'lam.
Tentunya kalaupun hal ini terjadi, masyarakat taunya 'pasar tersebut terbakar', gosip akan ditutupi sedemikian rupa untuk menghindari konflik, mungkin juga dengan tujuan asuransi bangunan.
Sekali lagi, ini hanya asumsi.
Berkaca dari fenomena diatas, kita tidak dapat sepenuhnya menyalahkan atau bergantung kepada pemerintah, ialah tanggung jawab kita sendiri mewujudkan contoh hidup yang lebih baik.
(Jika) 'sengaja dibakar', walaupun pintas, namun cara ini tidak menuntaskan masalah secara tuntas, hanya sementara, beberapa tahun kedepan juga niscaya akan 'dibakar' lagi. Begitu seterusnya hingga fenomena ini akan dikenal sebagai sikap unik negeri Indonesia.
Sedang pengelola menginginkan biar bangunannya tetap bertahan dan laris dalam jangka panjang. Adalah tanggung jawab kita sepenuhnya untuk memanfaatkan kemudahan sebaik-baiknya, terutama energi listrik. Sebab itu ialah sumber daya kita bersama, tanggung jawab bersama.
Namun di pasar tradisional seringkali kita temui penggunaan sumber daya listrik yang jamak, instalasi listrik sembarangan, semuanya mereka lakukan secara sembrono. Sehingga, mustinya pemerintah lebih berfikir untuk menunjukkan orientasi, dan pengawasan rutin. Jangan hanya tanggap dalam hal-hal penarikan retribusi, namun jarang melaksanakan pengawasan, serta melihat duduk masalah kultur sikap masyarakat pengguna pasar secara detail dan mendalam.
Jika hal ini dilakukan secara manusiawi dan rutin, dalam waktu erat tidak ada lagi 'operasi bakar rutin' yang terjadi ibarat sekarang-sekarang. Masyarakat hanya butuh dukungan, akan terbentuk kultur sikap masyarakat terutama pengguna pasar yang cerdas, tak perlu lagi melaksanakan hal-hal paksa hanya demi renovasi bangunan, peremajaan, dan lain-lain.
Masyarakat sebagian besar terutama pengguna pasar akan paham dalam memanfaatkan kemudahan sebaik-baiknya, menjaga sumberdaya yang ada, dengan naungan pemerintah, yang manusiawi.
Baca juga: Tak Hijau Lagi Kampungku Sumber https://www.fathurhoho.id/
Ternyata bukan kost an saya. Melihat keluar, tampak sangat terang api sedang melahap pemukiman penduduk di kemanggisan pulo, hanya beberapa kilometer jaraknya, namun api terlihat sangat tinggi dan semakin meluas.
Gambar diatas diambil oleh sahabat saya, ketika terjadi kebakaran di Kemanggisan Pulo, Jakarta Barat, Senin 09 Mei 2016 lalu.
Hal itu disebabkan lantaran wilayah tersebut memang dijadikan daerah penampungan barang-barang bekas yang kebanyakan dari plastik dan barang-barang yang gampang terbakar. Sekitar 3 jam lebih, api gres mulai padam, team pemadam cukup kesulitan lantaran sumber air yang jauh, dan wilayah kebakaran yang sulit dijangkau.
Jadi, dongeng diatas bukan perihal kebakaran pasar ya, tapi pemukiman warga. Baiklah bersama-sama dari kasus-kasus kebakaran yang sering terjadi, ada beberapa pertanyaan yang hinggap di benak saya.
- Kenapa pasar sering kebakaran? (Jika dibandingkan dengan perumahan atau apartemen/gedung).
- Pasar sering kebakaran, malah terbilang rutin ibarat terjadwal? Kenapa? Kenapa?
Baiklah, mari kita mulai untuk menebak-nebak jawabannya. Karena ini hanya tebak-tebakan, mohon jangan diambil pusing, ambil hikmahnya saja (kalau ada).
Kenapa pasar sering kebakaran?
1. Human Error, Korsleting Listrik, dan Sebagainya
Jika kita mendengar berita-berita kebakaran, maka tidak jarang kita mendengar kebakaran tersebut disebabkan oleh korsleting listrik, kompor meleduk, atau human error, kelalaian manusia.Korsleting ListrikKebakaran yang disebabkan oleh korsleting listrik disebabkan oleh terhubungnya konduktor positif dengan konduktor negatif, maka terjadilah kekerabatan pendek. Hubungan pendek ini menghasilkan energi panas yang sangat cepat dalam waktu yang sangat singkat, sehingga menjadikan ledukan, dan dapat membakar apa saja, dalam waktu yang sangat singkat.
Satu Jalur Rame-Rame
Disebabkan oleh banyaknya beban yang ditanggung suatu jalur listrik. Makanya kita tidak disarankan untuk menghubungkan banyak perangkat elektronik ke sebuah stop kontak dengan memakai banyak terminal. Hal ini menimbulkan media penghantar listrik menjadi lebih cepat panas.Selain itu, penggunaan kabel serabut juga tidak disarankan. Lebih baik memakai kabel tunggal lantaran daya tahannya akan panas lebih kuat. Walaupun lebih kuat, berdasarkan standar, kabel-kabel tersebut harus kembali diremajakan dalam 15 tahun penggunaan.
Kelalaian Manusia
Penyebab yang ketiga, disebabkan oleh kelalaian insan ibarat lupa mematikan kompor, membuang puntung rokok (yang masih menyala) sembarangan, dan lain-lain. Dulu, kost saya pernah penuh dengan asap, ternyata ada orang yang membuang puntung rokok di daerah sampah yang notabene isinya sebagian besar kertas-kertas, bungkus mie instan, dan…. tisu.Trend kompor meleduk juga perlu diperhitungkan, masalah ini paling sering terjadi lantaran penggunaan tabung gas 3 Kg, walaupun semua tabung tersebut sudah melewati quality control dari pihak produsen, banyak diantara kita yang tidak memahami pemasangan tabung terrsebut dengan benar.
(Katanya ini) Penyebab Kebakaran Pasar
Jadi, kalau ditinjau secara umum, point diatas dapat menjadi penyebab utama maraknya masalah kebakaran di pasar. Kenapa pasar? Kenapa bukan perumahan, gedung, atau apartemen? Mari kita review kembali:- Di pasar, kalau penjual ingin menambah jalur listrik untuk kebutuhan lampu, pemanas air, dan sebagainya, mereka melaksanakan penyambungan kabel secara mandiri. Penyambungan kabel yang baik ialah dengan cara menggulung kedua kabel ibarat ekor babi, kemudian diisolasi dengan baik. Jika tidak, hal ini dapat menimbulkan korsleting listrik.
Silahkan kau perhatikan beberapa kios pasar yang mempunyai sambungan kabel, sudahkah mereka melakukannya dengan benar? - Beban yang tidak sesuai, ataupun penggunaan peralatan listrik yang tidak sesuai SNI. Seperti kabel 1,5 mm maksimal 4 ampere per 900 W, 4 mm maksimal 16 ampere per 3500 W dan seterusnya.
Apakah penggunaan yang dilakukan sudah sesuai standar? - Penumpukan beban. Banyak dari kita yang lebih menentukan menumpuk perangkat elektronik ke sebuah stop kontak. Apalagi kalau kabel yang dipakai ialah kabel serabut, bukan kabel tunggal.
Bagaimana dengan yang ini?
2. Terbakar, atau Dibakar?
Hal yang belum terpecahkan hingga kini adalah, kasus-kasus pasar kebakaran itu bersama-sama memang lantaran kebakaran, atau...memang sengaja dibakar?
Kasus ini mencakup semua pasar yang ada di negeri kita tercinta, baik pasar di Ibukota maupun pasar tradisional di kota-kota lainnya. Seperti halnya di Pematangsiantar, sejauh informasi yang saya ketahui kebakaran sudah terjadi selama 3x, di pasar yang sama, yakni Pasar Parluasan (disebut pajak parluasan) juga Pasar Horas.Karena seringnya terjadi kebakaran, sering juga terjadi isu-isu yang tidak benar. Seperti bulan Januari lalu, ada isu yang menyampaikan bahwa “Pasar Dwikora (pajak perluasan) kebakaran.” Alhasil masyarakat geger terutama para pedagang . Orang berbondong-bondong kesana. Tidak tau niscaya apa tujuan pihak-pihak yang mengembangkan isu ini.
Aneh kan? Sampai rutin menjadi isu. Kebakaran pasar tentu menjadi suatu momok yang seram bagi pedagang-pedagang di pasar.
Ada perasaan lucu, kadang juga saya merasa sedih. Memikirkan bagaimana nasib pedagang kalau barang-barang mereka ludas dilahap api. Terlebih lagi, saya merasa terusik sendiri, lantaran memang keluarga saya banyak yang berdagang di pasar, lebih tepatnya pasar parluasan.
Mari kita simak klarifikasi berikut:
"Atas pertimbangan peremajaan bangunan, efisiensi tempat, dan penanggulangan sampah selokan, hingga kemacetan area parkiran. Pengelola harus melaksanakan renovasi pasar.
Sementaraa…..
Para pedagang seringkali menolak acara renovasi tersebut. Alasannya manusiawi, walaupun nanti kios mereka lebih rapi dan bersih, mereka takut kehilangan pelanggan, apalagi kalau mereka mendapat kios yang jauh dan susah dijangkau pembeli. Katanya, daerah menentukan prestasi, begitu juga dengan kios di pasar, dimana pembeli sering lalu-lalang, disitu pula kesempatan barang lebih gampang terjual."
Sementaraa…..
Para pedagang seringkali menolak acara renovasi tersebut. Alasannya manusiawi, walaupun nanti kios mereka lebih rapi dan bersih, mereka takut kehilangan pelanggan, apalagi kalau mereka mendapat kios yang jauh dan susah dijangkau pembeli. Katanya, daerah menentukan prestasi, begitu juga dengan kios di pasar, dimana pembeli sering lalu-lalang, disitu pula kesempatan barang lebih gampang terjual."
Logis juga, kita tau bahwa perundingan dalam hal ini sulitnya bukan main. Akibatnya pengelola atau pihak-pihak yang bersangkutan melaksanakan cara pintas dengan membakar pasar secara sengaja. Wallahua'lam.
Tentunya kalaupun hal ini terjadi, masyarakat taunya 'pasar tersebut terbakar', gosip akan ditutupi sedemikian rupa untuk menghindari konflik, mungkin juga dengan tujuan asuransi bangunan.
Sekali lagi, ini hanya asumsi.
Berkaca dari fenomena diatas, kita tidak dapat sepenuhnya menyalahkan atau bergantung kepada pemerintah, ialah tanggung jawab kita sendiri mewujudkan contoh hidup yang lebih baik.
(Jika) 'sengaja dibakar', walaupun pintas, namun cara ini tidak menuntaskan masalah secara tuntas, hanya sementara, beberapa tahun kedepan juga niscaya akan 'dibakar' lagi. Begitu seterusnya hingga fenomena ini akan dikenal sebagai sikap unik negeri Indonesia.
Untuk menyikapi fenomena ini, bersama-sama ada cara yang lebih manusiawi, dan hanya akan berhasil kalau dilakukan dengan cara yang manusiawi juga:
Masyarakat pasar terutama tradisional memang dikenal dengan pasar yang kumuh dengan sikap yang asal-asalan, sehingga kemudahan apapun yang tersedia, tidak hanya peralatan listrik, umurnya tidak akan panjang.Sedang pengelola menginginkan biar bangunannya tetap bertahan dan laris dalam jangka panjang. Adalah tanggung jawab kita sepenuhnya untuk memanfaatkan kemudahan sebaik-baiknya, terutama energi listrik. Sebab itu ialah sumber daya kita bersama, tanggung jawab bersama.
Namun di pasar tradisional seringkali kita temui penggunaan sumber daya listrik yang jamak, instalasi listrik sembarangan, semuanya mereka lakukan secara sembrono. Sehingga, mustinya pemerintah lebih berfikir untuk menunjukkan orientasi, dan pengawasan rutin. Jangan hanya tanggap dalam hal-hal penarikan retribusi, namun jarang melaksanakan pengawasan, serta melihat duduk masalah kultur sikap masyarakat pengguna pasar secara detail dan mendalam.
Jika hal ini dilakukan secara manusiawi dan rutin, dalam waktu erat tidak ada lagi 'operasi bakar rutin' yang terjadi ibarat sekarang-sekarang. Masyarakat hanya butuh dukungan, akan terbentuk kultur sikap masyarakat terutama pengguna pasar yang cerdas, tak perlu lagi melaksanakan hal-hal paksa hanya demi renovasi bangunan, peremajaan, dan lain-lain.
Masyarakat sebagian besar terutama pengguna pasar akan paham dalam memanfaatkan kemudahan sebaik-baiknya, menjaga sumberdaya yang ada, dengan naungan pemerintah, yang manusiawi.
Baca juga: Tak Hijau Lagi Kampungku Sumber https://www.fathurhoho.id/